January 31, 2017

Poin-Poin Perubahan dalam UU ITE yang Baru




Apa kabar sobat Marlekum? Setelah mengetahui latar belakang perubahan UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau biasa disingkat UU ITE yang sudah dibahas Ibu Marlekum pada postingan sebelumnya. Sekarang kita lihat yuuk poin-poin apa saja sih yang menjadi perubahan dari UU ITE tersebut?

Untuk yang belum tahu apa latar belakang perubahan UU ITE Tahun 2008 bisa di klik di sini yaa.

Jadi apa saja sih materi muatan perubahan dari UU No. 11 Tahun 2008 yang diubah dengan UU No.19 Tahun 2016 atau UU Perubahan ITE?

1. Kedudukan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya sebagai alat bukti hukum yang sah

UU Perubahan ITE menegaskan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah. Pengaturan ini memang merupakan perluasan dari jenis alat bukti yang sah yang diatur di dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan UU lainya. Penggunaan informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti baru dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE.

UU Perubahan ITE ini juga memberikan tambahan penjelasan bahwa tujuan keberadaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah adalah untuk memberikan kepastian hukum terhadap penyelenggaraan sistem elektronik dan transaksi elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui sistem elektronik.

2. Intersepsi atau Penyadapan

Masih terkait dengan poin 1, khusus untuk informasi dan dokumen elektronik yang diperoleh melalui intersepsi atau penyadapan dinyatakan sebagai bukti yang sah apabila diperoleh berdasarkan dasar kewenangan yang diberikan oleh suatu undang-undang dan mekanisme yang sesuai dengan undang-undang. Jika tidak memenuhi kriteria ini maka tidak sah sebagai bukti.

Jadi hasil intersepsi atau penyadapan atau perekaman yang merupakan bagian dari penyadapan harus dilakukan dengan aturan hukum, tidak semena-mena, dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Ketentuan ini mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi merupakan pembatasan hak asasi manusia, tetapi di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum.

Dalam UU Perubahan ITE "intersepsi atau penyadapan" sendiri didefinisikan sebagai kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di satu sisi kegiatan penyadapan melanggar hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 namun di sisi lain ada kebutuhan hukum yang mendesak.

Ketika negara ingin menyimpangi hak privasi warga negara, negara haruslah menyimpanginya dalam bentuk undang-undang dan bukan dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Karenanya ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi  yang dalam UU ITE semula hanya didelegasikan ke Peraturan Pemerintah, dalam UU Perubahan ITE harus diatur dengan undang-undang.

Pasal 31 UU ITE melarang kegiatan intersepsi atau penyadapan atas:
  • informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, dan
  • transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
Sekali lagi ketentuan larangan ini tidak berlaku bagi kegiatan intersepsi atau penyadapan yang dilakukan  dalam rangka penegakan hukum atas permintaan penegak hukum yang berwenang.

3.  Kewajiban penyelenggara sistem elektronik menghapus informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan atas permintaan orang/pihak yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan. 

Ketentuan ini merupakan implementasi dari "right to be forgotten" atau "hak untuk dilupakan. Dalam pemanfaatan teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan, hak pribadi  untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai, dan hak pribadi untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang. 

Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan (kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan). Orang di sini dimaksudkan baik orang perserorangan maupun korporasi.  Setiap orang  yang dilanggar haknya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.

Pasal ini memungkinkan orang yang baik karena merasa dirugikan atau tanpa ada alasan kerugian sekalipun mengajukan penghapusan berita terkait dirinya (di masa lalu) yang sudah terunggah di dunia maya. Misalnya seseorang pernah terjerat kasus pidana dan menjadi tersangka, yang selama proses hukum diberitakan. Ketika sudah ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa ia tidak bersalah maka ia berhak mengajukan permintaan penghapusan berita tersebut.

Guna memberikan jaminan pemenuhan hak privacy, UU Perubahan ITE menambahkan ketentuan adanya kewajiban bagi  setiap penyelenggara sistem elektronik (yakni mereka yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik) untuk menghapus informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.

Setiap penyelenggara Sistem elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tata caranya sendiri akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.


4. Ketentuan larangan pendistribusian, pentransmisian, dan pemberian akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, yang memiliki muatan perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman & ketentuan pidananya.

Larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja atau tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, yang memiliki muatan perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman. ini tentu saja dilengkapi dengan ancaman pidana bagi pelanggarnya. 

Dalam perubahan Pasal 45  ditegaskan bahwa mendistribusikan, mentransmisikan, dan memberi akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merupakan delik aduan bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum.  Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Delik aduan artinya  hanya bisa diproses oleh penegak hukum ketika ada aduan atau gugatan.  Pengaturan ini merupakan konsekuensi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4O/PUU-VI/2OO8 dan Nomor 2/PUU-VII/2OO9. 

Untuk menghindari multitafsir, UU Perubahan ITE menambahkan penjelasan terkait frasa  "mendistribusikan", "mentransmisikan", "membuat dapat diakses".  

"mendistribusikan" dijelaskan sebagai kegiatan mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik. 

"mentransmisikan" adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik. 

Sedangkan "membuat dapat diakses" adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik. 

Selain itu terkait dengan besarnya pidana yang diancamkan, khusus untuk ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (tahun) dan/atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.


Demikian juga dengan ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
Diturunkannya ancaman pidana dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun tentu saja memperngaruhi aspek hukum acaranya, di mana berdasarkan Pasal 21 KUHAP, selama masa penyidikan untuk kasus ini, tersangka tak boleh ditahan karena ancaman pidananya di bawah 5 tahun.

Penurunan juga dilakukan untuk ancaman denda berupa uang yang semula maksimal Rp 1 miliar, menjadi Rp 750 juta.

Selain itu ada juga penurunan ancama pidana kekerasan yang diatur dalam Pasal 29, sebelumnya paling lama 12 tahun, diubah menjadi 4 tahun dan denda Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.

5. Kewajiban Pemerintah melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang terlarang.

Sebagai bentuk peran Pemerintah dalam memfasilitasi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, selain melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah juga wajib  melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang terlarang.

Dalam melakukan pencegahan, Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum. Ketentuan ini belakangan kerap dijalankan terutama terkait informasi yang mengandung pornografi atau ujaran kebencian serta berita-berita hoax.

Pemerintah juga harus menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi. Instansi atau institusi tersebut  harus membuat dokumen elektronik dalam rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.


6. Penyempurnaan ketentuan mengenai penyidikan yang terkait dengan dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP terutama terkait dengan penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.

Selain itu juga terkait dengan tindakan penangkapan dan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1x24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
Selain itu penguatan peran Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dengan menambahkan kewenangan untuk membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi dan meminta informasi dari penyelenggara sistem elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.

Meskipun demikian ada penegasan bahwa dalam hal penyidikan sudah selesai, PPNS menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Naah itulah kira-kira 6 hal yang menjadi muatan utama perubahan dalam UU ITE yang baru. Secara garis besar memang muatan perubahan ini terkait dengan adanya beberapa Putusan MK terhadap pasal-pasal dalam UU ITE yang dijudicial review oleh masyarakat.

Salam Lekum

Salam Melek Hukum

7 comments :

  1. nah disikapi dengan bijak, harus lebih hati-hati

    ReplyDelete
  2. Ini baru lagi Mbak, ada revisi terbaru? Perlu berhati - hati yak menyebarkan informasi.

    ReplyDelete
  3. Baru tau kalau penyadapan juga ada aturannya ya Mbak. Kirain penyadapan yang asal sadap bisa dijadikan alat bukti eh ternyata harus sesuai kewenangan.

    ReplyDelete
  4. Makanya sekarang menghindari share2 di medsos, apalagi soal politik :(

    ReplyDelete
  5. nah, jadi tau dan melek, ...waspada juga

    ReplyDelete
  6. makasih mas sharingnya, mga ilmunya makin berkah.
    ternak ayam

    ReplyDelete
  7. Makasih infonya kakak. Sangat brtmanfaat

    ReplyDelete

Terimakasih sudah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar di sini

Back to Top